Sabtu, 17 Oktober 2015

ANCAMAN RADIKALISME AGAMA PADA GENERASI MUDA




Disampaikan pada acara workshop Guru PAI se-Malang Raya
di Sekolah Tinggi Agama Islam “Ma’had Aly” Al Hikam Malang
Tanggal 08 Oktober 2015
Oleh : Prof. Dr. Kasuwi Saiban, M.Ag


A.      Pendahuluan
Agama Islam diturunkan dengan membawa misi “rahmatan lil alamin” (membawa rahmat untuk seluruh alam), sebagaimana firman Allah pada surat al-Anbiya’ ayat 107 :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ [الأنبياء : 107
Artinya : “dan tiadalah engkau (Muhammad) Kami utus kecuali untuk memberi rahmat ke seluruh alam” (QS. Al-Anbiya’ : 107).
Dalam mengemban misi “rahmatan lil alamin” ini sering kita dengar kisah Nabi yang selalu mengedepankan prinsip kasih sayang dari pada permusuhan. Misalnya ketika beliau berhasil menguasai kota Makkah setelah diusir oleh kafir quraisy, sehingga beliau harus menetap di Madinah. Pada saat penguasaan kembali kota Makkah ini (yaumul fath) beliau punya kesempatan yang sangat besar untuk melampiaskan dendam kepada kafir quraisy, akan tetapi yang terjadi beliau bukan melakukan balas dendam, dan sebaliknya beliau malah menyebarkan kedamaian dan kasih sayang “al yaum yaumul marhamah” hari ini adalah hari kasih sayang (Ibnu Hajar al-Atsqolani, Fathul Bari, Juz 8 hal. 9).
Misi Islam yang penuh kedamaian ini sering dipadamkan oleh kelompok tertentu dengan berkedok pada Islam, namun mereka mendakwahkan Islam dengan cara kekerasan. Kelompok ini yang kemudian disebut dengan “radikalisme”. Akhir-akhir ini kelompok tersebut sering menjadi sorotan tajam karena menempuh cara kekerasan dalam berdakwah, sehingga banyak orang  salah pandang dalam melihat Islam. Islam identik dengan kekerasan; Islam identik dengan bom bunuh diri, bahkan Islam identik dengan pembunuhan masal. Kelompok ini sekarang banyak mewarnai kalangan generasi muda yang nota bene pikirannya masih labil.
Atas dasar fenomena tersebut tulisan singkat ini akan membahas masalah :
(1) Kapan munculnya radikalisme dalam Islam ?
(2) Mengapa muncul radikalisme dalam Islam ?
(3) Mengapa radikalisme merebak di kalangan generasi muda ?
(4) Bagaimana mencegah radikalisme di kalangan generasi muda ?

B.      Munculnya radikalisme dalam Islam
Sebenarnya “radikalisme” sudah muncul sejak Nabi masih hidup, dalam sebuah riwayat hadis sahabat Jabir menceritakan sebagai berikut :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْجِعْرَانَةِ مُنْصَرَفَهُ مِنْ حُنَيْنٍ وَفِي ثَوْبِ بِلَالٍ فِضَّةٌ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبِضُ مِنْهَا يُعْطِي النَّاسَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اعْدِلْ قَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ لَقَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَقْتُلَ هَذَا الْمُنَافِقَ فَقَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ يَتَحَدَّثَ النَّاسُ أَنِّي أَقْتُلُ أَصْحَابِي إِنَّ هَذَا وَأَصْحَابَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْهُ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ (مسلم)
Artinya : Dari sahabat Jabir bin Abdillah, beliau berkata, ada seorang lelaki yang mendatangi Rasulullah SAW di Ji’ranah setelah perang hunain (ketika itu) di dalam pakaian Bilal terdapat selaka dan Rasulullah SAW menggenggamnya terus memberikan kepada manusia. Kemudian laki-laki tersebut berkata : “Wahai Muhammad berbuat adillah !, beliau menjawab, celaka engkau siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbiat adil, sungguh engkau merugi jika aku tidak berbuat adil. Maka Umr bin Khatthab ra. Berkata, biarkan aku bunuh  orang munafiq ini ya Rasulullah ! Rasul menjawab : Kita berlindung kepada Allah dari omongan manusia bahwa aku telah membunuh sahabat saya sendiri. Orang ini dan sekelompoknya membaca Qur’an yang tidak membekas di tenggorokan mereka dan melewatinya seperti anak panah yang keluar dari busurnya” (HR. Muslim).
            Dari riwayat hadis di atas dapat diketahui bahwa kelompok radikal sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Hanya saja mereka belum begitu nampak karena kondisi masih terkendali dan Rasulullah bisa menetralisir. Selanjtnya pada masa sahabat kelompok ini banyak bermunculan karena ketidak puasan mereka terhadap kebijakan yang diambil oleh pemimpin mereka, misalnya khawarij muncul karena tidak puas dengan keputusan Ali ra. yang menyetujui “tahkim” dengan Muawiyah di saat menjelang kemenangan tentara Ali ra. kelompok ini ditengarai menjadi salah satu sumber radikalisme pada masa sahabat.

C.      Faktor Penyebab Munculnya Radikalisme dalam Islam
Banyak faktor yang menyebabkan munculnya radikalisme, antara lain :
  1. Karena ketidak-puasan terhadap supremasi hukum
Seperti yang terlihat pada hadis riwayat sahabat Jabir di atas, bahwa ada seorang laki-laki yang protes kepada Nabi karena Beliau dianggap tidak berbuat adil, sekalipun Nabi adalah  orang yang paling adil. Hal ini menunjukkan bahwa ketidak-puasan seseorang bisa menimbulkan reaksi negatif  yang mengarah pada radikalisme. Oleh karena itu masalah supremasi hukum ini Rasulullah benar-benar menempatkan pada posisi yang sangat penting dalam pranata sosial. Sebagaimana Beliau tegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Aisyah sebagai berikut :
“Sesungguhnya sekelompok orang Quraisy datang kepada Rasulullah untuk memintakan keringanan/pembebasan hukuman kepada salah seorang penggede mereka karena kasus pencurian. Usamah bin Zaid kala itu mewakili mereka untuk menghadap Rasulullah saw. dengan menyampaikan permasalahan tersebut. Setelah mendengar aduan Usamah bin Zaid, Rasulullah bersabda : Apakah kalian minta keringanan/pembebasan dari hukum Allah ? kemudian Beliau berpidato : Rusaknya umat sebelum kalian adalah, jika  penggede mereka mencuri maka dibiarkan tanpa dikenai sanksi hukum. Sebaliknya jika rakyat kecil mencuri maka hukum ditegakkan. Demi Allah andaikan Fatimah putri Muhammad mencuri pasti aku potong tangannya (HR Bukhori, hadis nomor 2505)”
Dari riwayat hadis di atas nampak jelas bahwa supremasi hukum benar-benar ditegakkan oleh Rasulullah, tanpa ada perbedaan di mata hukum antara rakyat jelata dan pembesar, bahkan antara anak/keluarga dan orang lain harus diperlakukan sama.
Kenyataan yang terjadi sekarang adanya perbedaaan perlakuan hukum yang mencolok  di antara mereka yang kuat dengan mereka yang lemah. Hukum menjadi tumpul ketika menghadapi orang kuat, dan menjadi tajam ketika menghadapi orang lemah. Inilah yang merupakan salah satu faktor munculnya kelompok radikal dalam Islam. Kelompok ini seakan menuntut keadilan atas peristiwa hukum yang mengabaikan keadilan dalam peradilan yang banyak ditemui di masyarakat dewasa ini.
  1. Karena sempitnya pemaknaan qur’an dan sunnah :
Memahami ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah tidak bisa hanya secara harfiyah tanpa dikaitkan dengan dalil-dalail yang lain. Al-Qur’an dan sunnah ibarat apotik yang hanya menjual obat, masalah penggunaan obat tersebut urusan dokter, dan bukan tanggung jawab apotik. Oleh karena itu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an harus dikaitkan dengan ayat yang lain, dikaitkan dengan sunnah, asbabun nuzul, asbabul wurud, pendapat para sahabat, dan dalil-dalil hukum yang lain agar pemahaman ayat tersebut bisa secara konphrehensif , integratif, dan utuh.
Contoh pemahaman surat al-Maidah ayat 44 :
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ  [المائدة/44]
          Artinya : “Barang siapa yang tidak menggunakan hukum yang diturunkan Allah maka mereka adalah (termasuk) orang-orang kafir” (QS. Al Maidah : 44).
            Ayat di atas jika dipahami secara harfiyah dan parsial tanpa dikaitkan dengan dalil-dalil yang lain pasti bermakna yang terkesan keras. Menurut salah satu aliran;  siapapun yang berhukum selain yang tertuang dalam ayat al-Qur’an dan sunnah rasul maka orang tersebut kafir. Karena kafir maka menurut aliran tersebut halal darahnya, bahkan halal juga hartanya (sebagai harta rampasan perang). Aliran ini lebih suka memaknai Islam pada label luarnya, bukan esensi dalamnya, sehingga ketika memaknai hukum ya harus ada label Islam bukan esensi dalam pasal-pasal yang ada. Padahal dalam hukum Islam sebenarnya yang penting esensi dalamnya, tidak perlu ada undang-undang anti korupsi Islam, karena anti korupsi otomatis hukum Islam.
Contoh lain, masalah pemaknaan sunnah terkait dengan riwayat hadis dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar sebagai berikut  :
Dari Abu Hurairah ra.: “Bagian kain sarung yang terletak di bawah kedua mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Bukhori).
Bandingkan dengan hadis berikut :
Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Allah tidak akan melihat kepada orang yang menarik pakaiannya dengan sombong” (HR. Bukhori)
            Hadis yang pertama jika dimaknai secara terpisah tanpa dikaitkan dengan hadis kedua maka yang terjadi adalah makna radikal; wajib meninggikan pakaian/ celana sampai di atas mata kaki. Sedangkan jika hadis tersebut dimaknai secara utuh dikaitkan dengan hadis kedua maka makna maqashid syar’iyyah (tujuan syariat/motivasi hukum) dari hadis tersebut tidak bisa lepas; yaitu sombong. Kesombongan inilah yang menjadi asbabul wurud (sebab munculnya hadis) tersebut. Oleh karena itu menurut makna yang utuh larangan pakaian yang melebihi mata kaki tersebut karena kesombongan, dan bukan semata-mata karena pakaiannya.
Demikian pula hadis yang terkait dengan printah memelihara jenggot dan mencukur kumis sebagaimana riwayat hadis :
“Berbedalah dengan orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim)
Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot dan berbedalah dengan Majusi.” (HR. Muslim)
Dua hadis tersebut jika dimaknai secara tekstual maka terjadilah pemahaman yang radikal; yaitu kewajiban memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis. Akan tetapi jika hadis tersebut difahami secara utuh maka ada motivasi hukum di balik printah memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis; yaitu agar umat Islam berbeda dengan orang musyrik dan orang majusi yang saat itu mereka memendekkan jenggot dan memanjangkan kumis. Jika saat itu orang majusi dan musyrik memanjangkan kumis dan memendekkan jenggot maka bagaimana halnya jika kondisi sekarang  mereka juga memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis ? Oleh karena itu makna radikal tentang wajib memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis perlu ditinjau ulang jika kita memahami hadis tersebut secara utuh.
Printah memotong kumis dan memanjangkan jenggot di atas agar tidak menyamai orang musyrik dan Majusi yang saat itu memanjangkan kumis dan memotong jenggot. Sekarang orang-orang musyrik memanjangkan jenggot dan memotong kumis  juga...?
  1. Karena  Terjebak pada Soleh Ritual
Islam adalah agama yang sempurna mencakup hubungan ritual (hablum minallah) dan hubungan sosial/non ritual (hablum minannas). Oleh karena itu jika orang Islam hanya beramal shaleh secara ritual tanpa diimplementasikan  dalam soleh sosial maka biasanya terjadi perilaku keras yang cenderung pada radikalisme. Mereka shalat hanya secara ritual, yang penting memenuhi syarat rukunnya tanpa menghayati bahkan mengimplementasikan dalam kehidupan riil dari ajaran shalat yang telah dilakukan secara ritual. Akhirnya mereka berfaham bahwa orang shalat, puasa, dan haji tidak ada hubungannya dengan printah berbuat baik dengan orang lain. Pemahaman seperti ini akan membawa seseorang pada fokus ibadah ritual dengan mengabaikan ibadah sosial, cukup soleh ritual dengan mengabaikan soleh sosial, sehingga seseorang tidak merasa penting untuk menjalin hubungan baik dengan sesama manusia, akhirnya muncullah perilaku keras kepada orang lain yang mengarah pada radikalisme.
Terkait maslah ini Rasulullah saw. pernah menyindir dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Ali ra. sebagai berikut :
“Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : “akan muncul kaum dari umatku, mereka membaca al-Qur’an yang tidak sama dengan bacaan kalian, shalat mereka juga tidak sama dengan shalat kalian, puasa mereka juga tidak sama dengan puasa kalian, mereka membaca al-qur’an dengan mengira akan mendapat (pahala), akan tetapi malah menjadi beban. Shalat mereka tidak membekas sama sekali, seperti anak panah yang melewati lubang busurnya” (HR. Muslim).
Hadis di atas menegaskan adanya sekelompok manusia dari ummat Muhammad yang hanya menekankan aktivitas ritual tanpa diimbangi dengan implimentasi dalam kehidupan sosial. Mereka hanya mementingkan hablumminallah tanpa menghiraukan hablum minannas, mereka hanya sholeh ritual tanpa memperhatikan sholeh sosial.
Ingat Pembunuh Ali adalah Abd. Rahman bin Muljam yang hafal al-Qur’an dan keningnya hitam karena banyak sujud.
Semoga Allah menjauhkan kita dari kelompok2 tersebut, Semoga Allah membimbing kita ke jalan yang diridhoi Nya menuju Islam rahmatan lill alamin

D.      Faktor Penyebab Radikalisme Merebak di Kalangan Generasi Muda
1.      Karena pemuda pada posisi usia yang labil
Para psikolog menggolongkan umur remaja/pemuda menjadi tiga tahap; yaitu 12-15 (tahap pertama), 15-18 (tahap kedua), 18 sd 21 (tahap ketiga) Pada masa-masa tersebut pikiran mereka cenderung labil, sering kosong, sehingga mudah dimasuki hal-hal baru yang menurut mereka lebih menarik. Dari situ doktrin pemahaman Islam yang radikal mudah ditanamkan oleh kelompok tertentu yang memang membidik mereka. Akhirnya dalam kondisi pikiran yang kosong mereka menerimanya mentah-mentah tanpa banyak berpikir, sehingga mereka masuk dalam aktivitas-aktivitas yang radikal.
2.      Karena sempitnya pemahaman tentang Islam
Gerakan memahami Islam di kalangan generasi muda cenderung mengalami perkembangan yang menyenangkan, terutama di sekolah dan kampus. Para pemuda/siswa/mahasiswa ingin mendalami Islam secara serius, bahkan di antara mereka ada yang melupakan bidang studi pilihannya. Mereka beranggapan bahwa ilmu yang sedang dipelajari tidak ada relevansinya dengan Islam, sehingga mereka melupakan bidang ilmu yang dipilih dan lebih asyik mempelajari ilmu-ilmu keislaman dalam arti yang sempit. Padahal kalau mereka tahu sebenarnya semua ilmu ada relevansinya dengan Islam. Islam tidak mengenal dikotomi ilmu, semua ilmu adalah milik Allah, baik ilmu yang Qur’aniyah maupun yang Kauniyah. Oleh karena itu apa pun bidang ilmu yang ada sebenarnya merupakan ilmu Islam. Pola pemahaman Islam yang sempit ini akibat dari keterbatasan mereka dalam memahami ayat Qur’an atau Hadis hanya dari sisi ontologi tanpa melihat epistemologinya, hanya dari sisi teks tanpa melihat konteksya. Seperti mereka mewajibkan berjenggot dan mengharamkan pakaian di bawah mata kaki sebagaimana telah diuraikan di atas. Bahkan mereka hanya melihat Islam secara ritual tanpa terurai dalam aktivitas sosial, seperti hadis riwayat Imam Muslim yang telah disebut di atas. Yang lebih ngeri lagi mereka menghalalkan darah sesama muslim karena salah dalam memahami ayat 44 surat al-Maidah sebagaimana yang telah disebut di atas. Karena pemahaman mereka tentang Islam yang sangat sempit itulah yang menyebabkan mereka terjebak dalam radikalisme yang menyesatkan.
3.      Karena sikap “al-i’jabu fi al-ra’yi” (mengagumi pendapatnya)
Sebagai akibat dari pemahaman Islam yang sangat sempit tersebut muncul sifat “ali’jabu fi alra’yi” pada diri mereka. Mereka menganggap hanya pendapatnya saja yang benar, pendapat orang lain semua salah, sehingga mereka tertutup untuk menerima masukan dari orang lain. Padahal para imam madzhab terdahulu sudah memberi statemen yang sangat indah, mereka katakan :
رأينا صواب يحتمل الخطأ ورأي مخالفنا خطأ يحتمل الصواب
 “Pendapat kami adalah sebuah kebenaran yang boleh jadi mengandung kesalahan, dan pendapat orang lain adalah sebuah kesalahan yang boleh jadi mengandung kebenaran.  
Statemen ini sangat penting untuk kita pegangi di saat banyak orang yang hanya membanggakan pendapatnya tanpa menghiraukan pendapat orang lain seperti yang terjadi pada kelompok-kelompok yang ditengarai mempunyai faham sangat ekstrim di kalangan generasi muda dewasa ini. Karena pemahaman mereka tentang Islam yang apriori dan sangat ekstrim itulah yang menyebabkan mereka terjebak dalam radikalisme yang menyesatkan.

E.      Mencegah Radikalisme Di Kalangan Generasi Muda
Cara yang bisa kita tempuh untuk mencegah radikalisme di kalangan generasi muda antara lain :
1.      Perlu memahamkan bahwa Islam adalah agama kasih sayang
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh at Tirmidzi sbb :
عن عبد الله بن عمرو قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم الراحمون يرحمهم الرحمن ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء (رواه الترميذي)
Artinya : “dari Abdullah bin Umar r.a, beliau berkata: Rasulullah saw bersabda : orang-orang yang berkasih sayang maka Yang Maha Pengasih akan mengasih-sayangi. Berkasih sayanglah kalian terhadap  yang ada di bumi niscaya yang di langit akan mengasihi kalian” (HR. Tirmidzi).
Jelaslah hadis di atas bahwa Rasulullah memerintahkan kepada semua manusia untuk saling berkasih sayang sehingga Allah akan memberi kasih sayang kepada mereka. Dari sini dapat dipahami bahwa Islam adalah agama kasih sayang dan bukan kekerasan seperti yang dilakukan kelompok radikal.
2.      Perlu memahamkan bahwa Islam agama yang Kaffah
Dosen agama mempunyai tugas yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada para pemuda tentang Islam secara kaffah. Sebagaimana firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 208 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman masukklah Islam secara utuh, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya syetan adalah musuh kalian semua”. (QS.2:2018).
Masuk Islam secara utuh bisa diartikan memahami Islam secara komprehensif, tidak parsial. Dalam memahami sebuah dalil seseorang harus mengkaitkan dengan dalil-dalil yang lain; ayat dengan ayat yang lain, ayat dengan hadis; hadis dengan hadis, hadis dengan pendapat para sahabat, juga dikonfirmasi dengan pendapat para ulama’ salaf, sehingga didapatkan pemahaman yang utuh. Pendek kata dalam memahami Islam harus menggunakan epistemologi yang benar sesuai dengan kaidah-kaidaah ushul yang telah ditetapkan oleh para ulama’ terdahulu, sehingga tidak terjadi pemahaman yang mengarah pada radikalisme.
3.      Perlu optimalisasi peran orang tua, tokoh masyarakat, dan guru
Untuk mencegah radikalisme di kalangan generasi muda, maka orang tua, tokoh masyarakat, dan guru harus berperan secara optimal. Mereka harus membimbing putera-puteri/pemuda-pemudi secara tekun dan sabar serta bersikap lemah lembut agar mereka tidak terjerumus pada faham radikalisme. Karena radikalisme yang notabene mengarah pada kekerasan adalah faham Islam yang menyimpang. Sebagaimana kita tahu bahwa Islam adalah agama rahmat, santun, dan kasih sayang, sehingga tindak kekerasan dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut langkah yang paling efektif adalah melalui pembinaan secara “hikmah wa al mauidhoh al hasanah” sebagaimana firman Allah :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ  [النحل/125]
“Berda’walah menuju jalan Tuhanmu secara hikmah (lemah lembut) dan tutur kata yang bagus”(QS. 16;125)

F.       Kesimpulan

1.      Radikalisme sudah muncul sejak Nabi masih hidup
2.      Faktor penyebab munculnya radikalisme dalam Islam dikarenakan :
a.       Ketidak-puasan atas lemahnya supremasi hukum
b.      Sempitnya pemahaman tentang Qur’an dan Sunnah
c.       Terjebak hanya pada sholeh ritual
3.      Faktor penyebab radikalisme merebak di kalangan generasi muda karena:
a.       Pemuda pada posisi usia yang labil
b.      Sempitnya pemahaman tentang Islam
c.       Sifat “al-i’jabu fi al-ra’yi” (mengagumi pendapatnya)
4.      Mencegah  radikalisme di kalangan generasi muda dengan :
a.       Memahamkan bahwa Islam adalah agama kasih sayang
b.      Memahamkan bahwa Islam adalah agama yang Kaffah
c.       Optimalisasi Peran orang tua, tokoh masyarakat, dan guru


Tidak ada komentar:

Posting Komentar