Disampaikan pada acara workshop Guru PAI se-Malang Raya
di Sekolah Tinggi
Agama Islam “Ma’had Aly” Al Hikam Malang
Tanggal 08 Oktober 2015
Oleh : Prof. Dr. Kasuwi Saiban, M.Ag
A.
Pendahuluan
Agama
Islam diturunkan dengan membawa misi “rahmatan lil alamin” (membawa
rahmat untuk seluruh alam), sebagaimana firman Allah pada surat al-Anbiya’ ayat
107 :
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ [الأنبياء : 107
Artinya
: “dan tiadalah engkau (Muhammad) Kami utus kecuali untuk memberi rahmat ke
seluruh alam” (QS. Al-Anbiya’ : 107).
Dalam
mengemban misi “rahmatan lil alamin” ini sering kita dengar kisah Nabi
yang selalu mengedepankan prinsip kasih sayang dari pada permusuhan. Misalnya
ketika beliau berhasil menguasai kota Makkah setelah diusir oleh kafir quraisy,
sehingga beliau harus menetap di Madinah. Pada saat penguasaan kembali kota
Makkah ini (yaumul fath) beliau punya kesempatan yang sangat besar untuk
melampiaskan dendam kepada kafir quraisy, akan tetapi yang terjadi beliau bukan
melakukan balas dendam, dan sebaliknya beliau malah menyebarkan kedamaian dan
kasih sayang “al yaum yaumul marhamah” hari ini adalah hari kasih sayang
(Ibnu Hajar al-Atsqolani, Fathul Bari, Juz 8 hal. 9).
Misi
Islam yang penuh kedamaian ini sering dipadamkan oleh kelompok tertentu dengan
berkedok pada Islam, namun mereka mendakwahkan Islam dengan cara kekerasan.
Kelompok ini yang kemudian disebut dengan “radikalisme”. Akhir-akhir ini
kelompok tersebut sering menjadi sorotan tajam karena menempuh cara kekerasan
dalam berdakwah, sehingga banyak orang
salah pandang dalam melihat Islam. Islam identik dengan kekerasan; Islam
identik dengan bom bunuh diri, bahkan Islam identik dengan pembunuhan masal. Kelompok
ini sekarang banyak mewarnai kalangan generasi muda yang nota bene pikirannya
masih labil.
Atas dasar fenomena tersebut tulisan singkat ini akan membahas
masalah :
(1) Kapan munculnya radikalisme dalam Islam ?
(2) Mengapa muncul radikalisme dalam Islam ?
(3) Mengapa radikalisme merebak di kalangan generasi muda ?
(4) Bagaimana mencegah radikalisme di kalangan generasi muda ?
B.
Munculnya
radikalisme dalam Islam
Sebenarnya
“radikalisme” sudah muncul sejak Nabi masih hidup, dalam sebuah riwayat hadis
sahabat Jabir menceritakan sebagai berikut :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْجِعْرَانَةِ مُنْصَرَفَهُ مِنْ حُنَيْنٍ
وَفِي ثَوْبِ بِلَالٍ فِضَّةٌ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقْبِضُ مِنْهَا يُعْطِي النَّاسَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اعْدِلْ
قَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ لَقَدْ خِبْتَ
وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ دَعْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَقْتُلَ هَذَا الْمُنَافِقَ
فَقَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ يَتَحَدَّثَ النَّاسُ أَنِّي أَقْتُلُ أَصْحَابِي إِنَّ
هَذَا وَأَصْحَابَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ
يَمْرُقُونَ مِنْهُ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ (مسلم)
Artinya : Dari sahabat Jabir bin Abdillah, beliau berkata, ada
seorang lelaki yang mendatangi Rasulullah SAW di Ji’ranah setelah perang hunain
(ketika itu) di dalam pakaian Bilal terdapat selaka dan Rasulullah SAW
menggenggamnya terus memberikan kepada manusia. Kemudian laki-laki tersebut
berkata : “Wahai Muhammad berbuat adillah !, beliau menjawab, celaka engkau
siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbiat adil, sungguh engkau merugi
jika aku tidak berbuat adil. Maka Umr bin Khatthab ra. Berkata, biarkan aku
bunuh orang munafiq ini ya Rasulullah !
Rasul menjawab : Kita berlindung kepada Allah dari omongan manusia bahwa aku
telah membunuh sahabat saya sendiri. Orang ini dan sekelompoknya membaca Qur’an
yang tidak membekas di tenggorokan mereka dan melewatinya seperti anak panah
yang keluar dari busurnya” (HR. Muslim).
Dari riwayat hadis
di atas dapat diketahui bahwa kelompok radikal sebenarnya sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW. Hanya saja mereka belum begitu nampak karena kondisi masih
terkendali dan Rasulullah bisa menetralisir. Selanjtnya pada masa sahabat
kelompok ini banyak bermunculan karena ketidak puasan mereka terhadap kebijakan
yang diambil oleh pemimpin mereka, misalnya khawarij muncul karena tidak puas
dengan keputusan Ali ra. yang menyetujui “tahkim” dengan Muawiyah di
saat menjelang kemenangan tentara Ali ra. kelompok ini ditengarai menjadi salah
satu sumber radikalisme pada masa sahabat.
C.
Faktor Penyebab
Munculnya Radikalisme dalam Islam
Banyak faktor yang menyebabkan munculnya radikalisme, antara lain :
- Karena ketidak-puasan terhadap supremasi hukum
Seperti
yang terlihat pada hadis riwayat sahabat Jabir di atas, bahwa ada seorang
laki-laki yang protes kepada Nabi karena Beliau dianggap tidak berbuat adil,
sekalipun Nabi adalah orang yang paling
adil. Hal ini menunjukkan bahwa ketidak-puasan seseorang bisa menimbulkan
reaksi negatif yang mengarah pada
radikalisme. Oleh karena itu masalah supremasi hukum ini Rasulullah benar-benar
menempatkan pada posisi yang sangat penting dalam pranata sosial. Sebagaimana
Beliau tegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Aisyah sebagai
berikut :
“Sesungguhnya
sekelompok orang Quraisy datang kepada Rasulullah untuk memintakan keringanan/pembebasan
hukuman kepada salah seorang penggede mereka karena kasus pencurian. Usamah bin
Zaid kala itu mewakili mereka untuk menghadap Rasulullah saw. dengan
menyampaikan permasalahan tersebut. Setelah mendengar aduan Usamah bin Zaid,
Rasulullah bersabda : Apakah kalian minta keringanan/pembebasan dari hukum
Allah ? kemudian Beliau berpidato : Rusaknya umat sebelum kalian adalah,
jika penggede mereka mencuri maka
dibiarkan tanpa dikenai sanksi hukum. Sebaliknya jika rakyat kecil mencuri maka
hukum ditegakkan. Demi Allah andaikan Fatimah putri Muhammad mencuri pasti aku
potong tangannya (HR Bukhori, hadis nomor 2505)”
Dari
riwayat hadis di atas nampak jelas bahwa supremasi hukum benar-benar ditegakkan
oleh Rasulullah, tanpa ada perbedaan di mata hukum antara rakyat jelata dan
pembesar, bahkan antara anak/keluarga dan orang lain harus diperlakukan sama.
Kenyataan
yang terjadi sekarang adanya perbedaaan perlakuan hukum yang mencolok di antara mereka yang kuat dengan mereka yang
lemah. Hukum menjadi tumpul ketika menghadapi orang kuat, dan menjadi tajam
ketika menghadapi orang lemah. Inilah yang merupakan salah satu faktor
munculnya kelompok radikal dalam Islam. Kelompok ini seakan menuntut keadilan
atas peristiwa hukum yang mengabaikan keadilan dalam peradilan yang banyak
ditemui di masyarakat dewasa ini.
- Karena sempitnya pemaknaan qur’an dan sunnah :
Memahami
ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah tidak bisa hanya secara harfiyah tanpa dikaitkan
dengan dalil-dalail yang lain. Al-Qur’an dan sunnah ibarat apotik yang hanya
menjual obat, masalah penggunaan obat tersebut urusan dokter, dan bukan
tanggung jawab apotik. Oleh karena itu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an harus
dikaitkan dengan ayat yang lain, dikaitkan dengan sunnah, asbabun nuzul,
asbabul wurud, pendapat para sahabat, dan dalil-dalil hukum yang lain agar
pemahaman ayat tersebut bisa secara konphrehensif , integratif, dan utuh.
Contoh
pemahaman surat al-Maidah ayat 44 :
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ [المائدة/44]
Artinya : “Barang siapa yang tidak menggunakan hukum yang
diturunkan Allah maka mereka adalah (termasuk) orang-orang kafir” (QS. Al
Maidah : 44).
Ayat di atas jika
dipahami secara harfiyah dan parsial tanpa dikaitkan dengan dalil-dalil yang
lain pasti bermakna yang terkesan keras. Menurut salah satu aliran; siapapun yang berhukum selain yang tertuang
dalam ayat al-Qur’an dan sunnah rasul maka orang tersebut kafir. Karena kafir
maka menurut aliran tersebut halal darahnya, bahkan halal juga hartanya
(sebagai harta rampasan perang). Aliran ini lebih suka memaknai Islam pada
label luarnya, bukan esensi dalamnya, sehingga ketika memaknai hukum ya harus
ada label Islam bukan esensi dalam pasal-pasal yang ada. Padahal dalam hukum
Islam sebenarnya yang penting esensi dalamnya, tidak perlu ada undang-undang
anti korupsi Islam, karena anti korupsi otomatis hukum Islam.
Contoh lain, masalah pemaknaan sunnah terkait dengan riwayat hadis
dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar sebagai berikut :
Dari
Abu Hurairah ra.: “Bagian kain sarung yang terletak di bawah kedua mata kaki
berada di dalam neraka.” (HR. Bukhori).
Bandingkan dengan hadis berikut :
Dari
Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Allah tidak akan
melihat kepada orang yang menarik pakaiannya dengan sombong” (HR.
Bukhori)
Hadis yang pertama
jika dimaknai secara terpisah tanpa dikaitkan dengan hadis kedua maka yang
terjadi adalah makna radikal; wajib meninggikan pakaian/ celana sampai di atas
mata kaki. Sedangkan jika hadis tersebut dimaknai secara utuh dikaitkan dengan
hadis kedua maka makna maqashid syar’iyyah (tujuan syariat/motivasi
hukum) dari hadis tersebut tidak bisa lepas; yaitu sombong.
Kesombongan inilah yang menjadi asbabul wurud (sebab munculnya hadis)
tersebut. Oleh karena itu menurut makna yang utuh larangan pakaian yang
melebihi mata kaki tersebut karena kesombongan, dan bukan semata-mata karena
pakaiannya.
Demikian pula hadis yang terkait dengan printah memelihara jenggot
dan mencukur kumis sebagaimana riwayat hadis :
“Berbedalah
dengan orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim)
Pendekkanlah
kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot dan berbedalah dengan Majusi.” (HR. Muslim)
Dua
hadis tersebut jika dimaknai secara tekstual maka terjadilah pemahaman yang
radikal; yaitu kewajiban memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis. Akan
tetapi jika hadis tersebut difahami secara utuh maka ada motivasi hukum di
balik printah memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis; yaitu agar umat Islam
berbeda dengan orang musyrik dan orang majusi yang saat itu mereka memendekkan
jenggot dan memanjangkan kumis. Jika saat itu orang majusi dan musyrik
memanjangkan kumis dan memendekkan jenggot maka bagaimana halnya jika kondisi
sekarang mereka juga memanjangkan
jenggot dan memendekkan kumis ? Oleh karena itu makna radikal tentang wajib
memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis perlu ditinjau ulang jika kita
memahami hadis tersebut secara utuh.
Printah
memotong kumis dan memanjangkan jenggot di atas agar tidak menyamai orang
musyrik dan Majusi yang saat itu memanjangkan kumis dan memotong jenggot.
Sekarang orang-orang musyrik memanjangkan jenggot dan memotong kumis juga...?
- Karena Terjebak pada Soleh Ritual
Islam
adalah agama yang sempurna mencakup hubungan ritual (hablum minallah)
dan hubungan sosial/non ritual (hablum minannas). Oleh karena itu jika
orang Islam hanya beramal shaleh secara ritual tanpa diimplementasikan dalam soleh sosial maka biasanya terjadi
perilaku keras yang cenderung pada radikalisme. Mereka shalat hanya secara
ritual, yang penting memenuhi syarat rukunnya tanpa menghayati bahkan
mengimplementasikan dalam kehidupan riil dari ajaran shalat yang telah
dilakukan secara ritual. Akhirnya mereka berfaham bahwa orang shalat, puasa,
dan haji tidak ada hubungannya dengan printah berbuat baik dengan orang lain. Pemahaman
seperti ini akan membawa seseorang pada fokus ibadah ritual dengan mengabaikan
ibadah sosial, cukup soleh ritual dengan mengabaikan soleh sosial, sehingga
seseorang tidak merasa penting untuk menjalin hubungan baik dengan sesama
manusia, akhirnya muncullah perilaku keras kepada orang lain yang mengarah pada
radikalisme.
Terkait
maslah ini Rasulullah saw. pernah menyindir dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
dari sahabat Ali ra. sebagai berikut :
“Saya
mendengar Rasulullah saw bersabda : “akan muncul kaum dari umatku, mereka
membaca al-Qur’an yang tidak sama dengan bacaan kalian, shalat mereka juga
tidak sama dengan shalat kalian, puasa mereka juga tidak sama dengan puasa kalian,
mereka membaca al-qur’an dengan mengira akan mendapat (pahala), akan tetapi
malah menjadi beban. Shalat mereka tidak membekas sama sekali, seperti anak
panah yang melewati lubang busurnya” (HR. Muslim).
Hadis
di atas menegaskan adanya sekelompok manusia dari ummat Muhammad yang hanya
menekankan aktivitas ritual tanpa diimbangi dengan implimentasi dalam kehidupan
sosial. Mereka hanya mementingkan hablumminallah tanpa menghiraukan hablum
minannas, mereka hanya sholeh ritual tanpa memperhatikan sholeh sosial.
Ingat Pembunuh Ali adalah Abd. Rahman bin Muljam yang hafal
al-Qur’an dan keningnya hitam karena banyak sujud.
Semoga Allah menjauhkan kita dari kelompok2 tersebut, Semoga Allah
membimbing kita ke jalan yang diridhoi Nya menuju Islam rahmatan lill alamin
D.
Faktor Penyebab
Radikalisme Merebak di Kalangan Generasi Muda
1.
Karena pemuda
pada posisi usia yang labil
Para
psikolog menggolongkan umur remaja/pemuda menjadi tiga tahap; yaitu 12-15
(tahap pertama), 15-18 (tahap kedua), 18 sd 21 (tahap ketiga) Pada masa-masa
tersebut pikiran mereka cenderung labil, sering kosong, sehingga mudah dimasuki
hal-hal baru yang menurut mereka lebih menarik. Dari situ doktrin pemahaman
Islam yang radikal mudah ditanamkan oleh kelompok tertentu yang memang membidik
mereka. Akhirnya dalam kondisi pikiran yang kosong mereka menerimanya
mentah-mentah tanpa banyak berpikir, sehingga mereka masuk dalam aktivitas-aktivitas
yang radikal.
2.
Karena
sempitnya pemahaman tentang Islam
Gerakan memahami Islam di kalangan generasi muda cenderung mengalami
perkembangan yang menyenangkan, terutama di sekolah dan kampus. Para pemuda/siswa/mahasiswa
ingin mendalami Islam secara serius, bahkan di antara mereka ada yang melupakan
bidang studi pilihannya. Mereka beranggapan bahwa ilmu yang sedang dipelajari
tidak ada relevansinya dengan Islam, sehingga mereka melupakan bidang ilmu yang
dipilih dan lebih asyik mempelajari ilmu-ilmu keislaman dalam arti yang sempit.
Padahal kalau mereka tahu sebenarnya semua ilmu ada relevansinya dengan Islam. Islam
tidak mengenal dikotomi ilmu, semua ilmu adalah milik Allah, baik ilmu yang Qur’aniyah
maupun yang Kauniyah. Oleh karena itu apa pun bidang ilmu yang ada
sebenarnya merupakan ilmu Islam. Pola pemahaman Islam yang sempit ini akibat
dari keterbatasan mereka dalam memahami ayat Qur’an atau Hadis hanya dari sisi
ontologi tanpa melihat epistemologinya, hanya dari sisi teks tanpa melihat
konteksya. Seperti mereka mewajibkan berjenggot dan mengharamkan
pakaian di bawah mata kaki sebagaimana telah diuraikan di atas. Bahkan
mereka hanya melihat Islam secara ritual tanpa terurai dalam aktivitas sosial,
seperti hadis riwayat Imam Muslim yang telah disebut di atas. Yang lebih ngeri
lagi mereka menghalalkan darah sesama muslim karena salah dalam memahami ayat
44 surat al-Maidah sebagaimana yang telah disebut di atas. Karena
pemahaman mereka tentang Islam yang sangat sempit itulah yang menyebabkan
mereka terjebak dalam radikalisme yang menyesatkan.
3.
Karena sikap “al-i’jabu
fi al-ra’yi” (mengagumi pendapatnya)
Sebagai akibat dari pemahaman Islam yang sangat sempit tersebut muncul
sifat “ali’jabu fi alra’yi” pada diri mereka. Mereka menganggap hanya
pendapatnya saja yang benar, pendapat orang lain semua salah, sehingga mereka
tertutup untuk menerima masukan dari orang lain. Padahal para imam madzhab
terdahulu sudah memberi statemen yang sangat indah, mereka katakan :
رأينا صواب
يحتمل الخطأ ورأي مخالفنا خطأ يحتمل الصواب
“Pendapat kami adalah sebuah kebenaran yang boleh jadi mengandung
kesalahan, dan pendapat orang lain adalah sebuah kesalahan yang boleh jadi
mengandung kebenaran.
Statemen ini
sangat penting untuk kita pegangi di saat banyak orang yang hanya membanggakan
pendapatnya tanpa menghiraukan pendapat orang lain seperti yang terjadi pada
kelompok-kelompok yang ditengarai mempunyai faham sangat ekstrim di kalangan
generasi muda dewasa ini. Karena pemahaman mereka tentang Islam yang apriori dan sangat ekstrim
itulah yang menyebabkan mereka terjebak dalam radikalisme yang
menyesatkan.
E.
Mencegah
Radikalisme Di Kalangan Generasi Muda
Cara yang bisa kita tempuh untuk mencegah radikalisme di kalangan
generasi muda antara lain :
1.
Perlu
memahamkan bahwa Islam adalah agama kasih sayang
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh at Tirmidzi sbb :
عن عبد الله بن
عمرو قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم الراحمون يرحمهم الرحمن ارحموا من في
الأرض يرحمكم من في السماء (رواه
الترميذي)
Artinya : “dari Abdullah bin Umar r.a, beliau berkata: Rasulullah
saw bersabda : orang-orang yang berkasih sayang maka Yang Maha Pengasih akan
mengasih-sayangi. Berkasih sayanglah kalian terhadap yang ada di bumi niscaya yang di langit akan
mengasihi kalian” (HR. Tirmidzi).
Jelaslah hadis di atas bahwa Rasulullah memerintahkan kepada semua
manusia untuk saling berkasih sayang sehingga Allah akan memberi kasih sayang
kepada mereka. Dari sini dapat dipahami bahwa Islam adalah agama kasih sayang
dan bukan kekerasan seperti yang dilakukan kelompok radikal.
2.
Perlu
memahamkan bahwa Islam agama yang Kaffah
Dosen agama mempunyai tugas yang sangat penting dalam memberikan
pemahaman kepada para pemuda tentang Islam secara kaffah. Sebagaimana
firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 208 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman masukklah Islam secara utuh, dan
janganlah mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya syetan adalah musuh
kalian semua”.
(QS.2:2018).
Masuk Islam secara utuh bisa diartikan memahami Islam secara
komprehensif, tidak parsial. Dalam memahami sebuah dalil seseorang harus mengkaitkan
dengan dalil-dalil yang lain; ayat dengan ayat yang lain, ayat dengan hadis;
hadis dengan hadis, hadis dengan pendapat para sahabat, juga dikonfirmasi
dengan pendapat para ulama’ salaf, sehingga didapatkan pemahaman yang utuh. Pendek
kata dalam memahami Islam harus menggunakan epistemologi yang benar sesuai
dengan kaidah-kaidaah ushul yang telah ditetapkan oleh para ulama’ terdahulu,
sehingga tidak terjadi pemahaman yang mengarah pada radikalisme.
3.
Perlu optimalisasi
peran orang tua, tokoh masyarakat, dan guru
Untuk mencegah radikalisme di kalangan generasi muda, maka orang
tua, tokoh masyarakat, dan guru harus berperan secara optimal. Mereka harus
membimbing putera-puteri/pemuda-pemudi secara tekun dan sabar serta bersikap lemah
lembut agar mereka tidak terjerumus pada faham radikalisme. Karena radikalisme
yang notabene mengarah pada kekerasan adalah faham Islam yang menyimpang.
Sebagaimana kita tahu bahwa Islam adalah agama rahmat, santun, dan kasih
sayang, sehingga tindak kekerasan dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan. Untuk
mencegah terjadinya hal tersebut langkah yang paling efektif adalah melalui pembinaan
secara “hikmah wa al mauidhoh al hasanah” sebagaimana firman Allah :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ [النحل/125]
“Berda’walah
menuju jalan Tuhanmu secara hikmah (lemah lembut) dan tutur kata yang bagus”(QS.
16;125)
F.
Kesimpulan
1.
Radikalisme
sudah muncul sejak Nabi masih hidup
2.
Faktor penyebab
munculnya radikalisme dalam Islam dikarenakan :
a.
Ketidak-puasan
atas lemahnya supremasi hukum
b.
Sempitnya
pemahaman tentang Qur’an dan Sunnah
c.
Terjebak hanya
pada sholeh ritual
3.
Faktor penyebab
radikalisme merebak di kalangan generasi muda karena:
a.
Pemuda pada
posisi usia yang labil
b.
Sempitnya pemahaman
tentang Islam
c.
Sifat “al-i’jabu
fi al-ra’yi” (mengagumi pendapatnya)
4.
Mencegah radikalisme di kalangan generasi muda dengan :
a.
Memahamkan bahwa
Islam adalah agama kasih sayang
b.
Memahamkan bahwa
Islam adalah agama yang Kaffah
c.
Optimalisasi Peran
orang tua, tokoh masyarakat, dan guru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar